Jumat, 23 Januari 2015

Pemanfaatan Teknologi Tradisional Indonesia untuk Melestarikan Budaya Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
Banyak pakar yang menilai bahwa komunikasi merupakan hal yang fundamental bagi kelangsungan hidup manusia. Komunikasi sangat mutlak diperlukan untuk menjalin hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berkaitan erat dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial, di mana manusia selalu memiliki hasrat untuk berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan sesamanya diakui oleh hampir semua agama dan telah ada sejak zaman Adam dan Hawa.
Sifat manusia untuk selalu menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain merupakan wujud awal keterampilan manusia dalam berkomunikasi. Keterampilan ini dimulai dengan komunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal.
Tidak ada data autentik yang menyebutkan kapan manusia mulai mampu berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hanya saja diperkirakan bahwa kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lisan adalah suatu peristiwa yang berlangsung secara mendadak. Kemampuan ini kemudian berkembang menjadi kemampuan untuk berkomunikasi dalam mengutarakan pikirannya secara tertulis.
Pada perkembangan yang lebih jauh lagi, usaha-usaha manusia untuk berkomunikasi terlihat dalam berbagai bentuk kehidupan mereka di masa lalu. Mereka mendirikan tempat-tempat pemukiman di daerah aliran sungai dan tepi pantai untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi dengan daerah luar dengan menggunakan perahu, rakit, atau sampan. Cangara (2007:4) menambahkan bahwa pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina adalah simbol-simbol komunikasi yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang. Penduduk Asia Tenggara bertani dan mengarungi samudera dengan membaca lambang-lambang isyarat melalui gejala alam, seperti posisi bintang dan gerakan air laut. Selain itu masyarakat Sumeria dan Mesopotamia yang menuangkan tulisannya dalam lempengan tanah liat, kulit binatang, dan batu arca.
Berbagai bentuk kehidupan manusia di masa lampau tersebut sebenarnya merupakan sebuah bentuk komunikasi, yaitu komunikasi tradisional yang merupakan generasi pertama dari berbagai bentuk komunikasi yang kita kenal sekarang. Pada masa itu sebagian besar masyarakat berkomunikasi menggunakan cara tradisional dan melalui media yang masih bersifat tradisional pula, sehingga cara komunikasi semacam itu disebut sebagai komunikasi tradisional.
Bertolak dari bermacam peristiwa di masa lampau tersebut, terbukti bahwa komunikasi tradisional merupakan titik awal yang membangun cerita mengenai perjalanan komunikasi manusia yang sebenarnya telah ada sejak zaman Yunani Kuno dalam bentuk tradisi retorika. Komunikasi tradisional menjadi cikal bakal perkembangan komunikasi manusia yang sangat berperan dalam pengembangan komunikasi ke arah yang lebih modern.
Namun sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, komunikasi tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat zaman modern. Oleh karena itu pemahaman mengenai komunikasi tradisional sangat diperlukan mengingat komunikasi tradisional merupakan salah satu unsur penting dalam perkembangan komunikasi manusia. Pembahasan mengenai komunikasi tradisional akan dibahas secara lebih rinci pada bab selanjutnya.
Pada era modern dimana komunikasi tradisional sudah mulai tersisihkan, pemahaman mengenai peranan dan esensi komunikasi tradisional sangat diperlukan, terutama bagi para pembelajar ilmu komunikasi. Makalah ini disusun guna membahas secara lebih detail peranan dan esensi komunikasi tradisional yang meliputi segala macam bentuknya, media komunikasi yang digunakan, kelebihan serta kekurangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Komunikasi tradisional adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern.
Pada zaman dahulu, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif dengan cara yang sederhana. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi tradisional mulai luntur dan jarang digunakan, namun masih ada sebagian orang yang masih tetap menggunakan komunikasi tradisional, misalnya masyarakat pedesaan di daerah Bali.
Peranan dan Manfaat Komunikasi Tradisional
Pada zaman dahulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan, upacara keagamaan, hal-hal tabu, dan lain sebagainya, yang berlaku pada masyarakat tertentu. Komunikasi sebagai bagian dari tradisi memiliki perbedaan antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Komunikasi tradisional sangat penting dalam suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangi tekanan yang datang dari luar. Komunikasi tradisional mempunyai dimensi sosial, mendorong manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa keterikatan, bersama-sama menantang kekuatan alam dan dipakai dalam mengambil keputusan bersama. Dengan demikian, komunikasi tradisional merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Bentuk-Bentuk Komunikasi Tradisional
· Lambang Isyarat
Pada awalnya, orang menggunakan anggota badannya untuk berkomunikasi "bahasa badan" dan bahasa non-verbal. Contohnya dengan gerak muka, tangan, mimik. Ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat sederhana.
· Simbol
Simbol-simbol dalam komunikasi tradisional dapat dilihat pada pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina, yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang.
· Gerakan
Gerakan-gerakan dalam semaphore yang dilakukan untuk menyampaikan sebuah pesan/informasi maupun gerakan-gerakan dalam tarian yang bertujuan menyampaikan suatu kisah, merupakan bentuk-bentuk komunikasi tradisional yang menggunakan gerakan.
· Bunyi-bunyian
Bentuk komunikasi tradisional dalam hal ini berupa tanda bahaya yang disampaikan dengan sirine atau kentongan.
Media Komunikasi Tradisional
· Kentongan
Kentongan sebagai media komunikasi tradisional masih memegang peranan yang cukup penting terutama di daerah-daerah. Walaupun di masa sekarang ini telah terjadi perkembangan teknologi yang cukup pesat, namun kentongan masih memiliki banyak kegunaan, misalnya di bidang keamanan (sebagai sarana ronda malam) dan bidang informasi (sebagai petunjuk waktu yang dipukul setiap jam dan sarana menginformasikan berbagai peristiwa yang terjadi, seperti kebakaran, bencana alam dan sebagainya.
· Kulkul
Kulkul merupakan alat komunikasi tradisional yang terdapat di Bali. Kulkul biasanya dipergunakan sebagai tanda panggilan kepada warga untuk berkumpul.
Kulkul adalah alat bunyi yang pada umumnya terbuat dari kayu dan benda peninggalan para leluhur. Selain di Bali, kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan hampir terdapat di seluruh pelosok kepulauan Indonesia. Kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong". Sedangkan pada zaman Jawa-Hindu kulkul disebut "Slit-drum" yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari kekuatan magis yang akan ditanamkan pada alat tersebut. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusia, dan Kulkul Hiasan. Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan untuk memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nada yaitu tung.... tit.... tung.... tit.... tung.... tit…. dan seterusnya. Kulkul Bhuta adalah Kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tenteram. Kulkul Manusia adalah Kulkul yang digunakan untuk kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah saat membunyikan Kulkul Manusia. Kulkul Manusia terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-Sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan Kulkul Manusia lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang.
Fungsi Kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali pada umumnya melakukan pertemuan rutin warga setiap sebulan sekali. Menjelang hari pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara Kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.
Selain untuk pertemuan rutin, bunyi Kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Ada pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura, dan mencuci barang-barang suci adalah bentuk-bentuk pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara Kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya untuk menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, gerhana bulan dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam. Di dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.
Hal-hal yang disebutkan di atas terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali melibatkan kulkul sebagai alat komunikasi. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional antara manusia dengan dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan.
· Cerita Rakyat
William R. Bascom (dalam Nurudin,2005:115) mengemukakan fungsi-fungsi dari folklore sebagai media tradisional adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sistem proyeksi ( projective system )
2. Sebagai pengesahan atau penguat adat.
3. Sebagai alat pendidikan ( pedagogical device )
4. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Sebagai sistem proyeksi, folklor menjadi proyeksi angan-angan atau sebagai alat pemuasan impian (wish fulfilment) masyarakat yang termanifestasikan dalam bentuk dongeng. Contohnya dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih.
Cerita Nyi Roro Kidul di Yogyakarta dapat memperkuat adat (bahkan kekuasaan) raja Mataram. Seseorang harus dihormati karena mempunyai kekuatan luar biasa yang ditunjukkan dari kemampuannya dari kemampuannya memperistri mahluk halus.
Cerita Katak yang Congkak merupakan alat paksaan dan pengendalian sosial terhadap norma atau nilai masyarakat.
· Seni Drama dan Tari (Sendratari)
Sendratari yang dikembangkan di Bali antara lain Arja. Pertunjukan ini biasanya dimulai pada tengah malam oleh pelaku-pelaku yang memainkannya dengan jenaka. Cerita-cerita Arja yang pada dasarnya mengungkapkan tema romantis itu juga menyinggung permasalahan hangat sehari-hari, yang secara komunikatif dapat menggali kesadaran masyarakat mengenai berbagai hal.
· Upacara Rakyat
Upacara Rakyat seringkali digunakan untuk memperkuat adanya cerita rakyat. Salah satu contohnya upacara Labuhan (sesaji kepada makhluk halus) yang memperkuat cerita rakyat mengenai makhluk lain selain manusia. Contoh lain, sedekah laut di daerah Cilacap yang digunakan untuk menghormati Nyi Roro Kidul dengan memberikan sesaji.
· Wayang
Wayang merupakan salah satu media komunikasi yang biasanya
digunakan sebagai sarana hiburan dan sarana pendidikan. Sebagai sarana hiburan wayang menyajikan berbagai cerita yang bersifat menghibur. Sebagai sarana pendidikan wayang menyajikan cerita-cerita yang sarat makna dan memberikan berbagai pelajaran bagi masyarakat. Bahkan saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai media pembelajaran anak-anak menggunakan media-media tradisional salah satunya dengan wayang.
Selain itu wayang juga berfungsi sebagai media sosialisasi pada masyarakat. Wayang digunakan sebagai alat untuk mensosialisasikan berbagai persoalan-persoalan dalam masyarakat agar mudah dimengerti dan dicari jalan keluarnya. Penggunaan wayang sebagai alat komunikasi tradisional dinilai efektif karena mampu menarik perhatian masyarakat. Salah satu contoh nyatanya, tanggal 14 Desember 1977 di Kota Bandung pernah digelar pertunjukan wayang golek yang mengangkat tema Keluarga Berencana. Pertunjukan ini bertujuan untuk mensosialisasikan program Keluarga Berencana kepada masyarakat
Dalam pertunjukan ini, proses komunikasi sangat didukung dan ditentukan oleh dalang yang berperan sebagai pribadi kepercayaan yang berdialog dan mengetahui tanggapan penonton dalam waktu seketika. Dalang dalam hal ini bertindak sebagai saluran penerangan dan sumber motivasi. Bersama jurukawih yang melantunkan suara dengan pemilihan kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati penonton serta wiraswara yang ketanggapannya diperlukan dalam berdialog untuk menghidupkan percakapan, ketiganya memegang peranan penting dalam membawakan misi menggalakkan Program Keluarga Berencana
Intinya, pertunjukan wayang sebagai salah satu media komunikasi tradisional memberikan gambaran nyata yang lebih mudah dicerna dan dimengerti, serta memberikan sentuhan tersendiri (yang mungkin lebih dalam) pada hati nurani masyarakat yang menyaksikannya.
· Burung Merpati
Burung merpati merupakan media komunikasi tradisional setelah manusia mengenal tulisan serta kebudayaan berkirim surat, sebelum munculnya jasa pos. Surat yang ditulis tersebut akan dipasang pada kaki burung merpati yang telah dilatih sebelumnya oleh si pengirim, untuk disampaikan kepada orang yang dituju. Pengiriman surat dengan jasa burung merpati banyak ditemukan pada masa kerajaan di Indonesia.
Kelebihan dan Kekurangan Komunikasi Tradisional
Keberadaan komunikasi tradisional yang media-medianya biasa dipertukarkan dengan seni tradisional atau seni pertunjukan, menjadikan bentuk komunikasi ini lebih menarik, sederhana, dan mudah dimengerti oleh komunitas sasarannya. Hal itulah yang membuat media komunikasi tradisional melekat erat dengan kehidupan masyarakat dan berdampak pada perkembangan proses sosial masyarakat seperti memupuk rasa persaudaraan.
Pengalaman-pengalaman yang ada menunjukkan bahwa media kesenian tradisional masih tetap disenangi oleh masyarakat. Namun demikian media-media kesenian tersebut tetap harus dikemas dengan baik dan menarik. Buktinya, saat ini media modern seperti televisi seolah berlomba menampilkan pola pertunjukan tradisional dalam berbagai tayangan. Ini menunjukkan kelebihan/keistimewaan media tradisional yang tidak dimiliki oleh media modern.
Sedangkan kekurangan dari komunikasi tradisional ialah ketidakmampuannya menjangkau ruang dan waktu serta audiens yang lebih luas. Karena keterbatasan itulah komunikasi ini sering dianggap tidak efektif dan kalah bersaing dengan media komunikasi modern yang lebih canggih.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Komunikasi tradisional pada dasarnya merupakan proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat, sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif dengan cara-cara yang sederhana mulai luntur dan jarang digunakan, walaupun masih ada sebagian orang yang masih tetap menggunakannya.
Pada zaman dahulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan, upacara keagamaan, hal-hal tabu, dan lain sebagainya, yang berlaku pada masyarakat tertentu. Komunikasi tradisional memiliki manfaat penting dalam suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangi tekanan yang datang dari luar. Sedangkan peranan komunikasi tradisional ialah sebagai dimensi sosial, yang mendorong manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa keterikatan, bersama-sama menantang kekuatan alam dan dipakai dalam mengambil keputusan bersama.
Bentuk-bentuk komunikasi tradisional dapat kita lihat dalam penggunaan lambang isyarat, simbol-simbol, gerakan-gerakan, dan bunyi-bunyian. Sedangkan media yang banyak dipergunakan ialah kentongan, kulkul, cerita rakyat, seni drama dan tari (sendratari), upacara rakyat, wayang, dan burung merpati.
Media komunikasi tradisional biasa dipertukarkan dengan seni yang menjadikan bentuk komunikasi ini lebih menarik, sederhana, dan mudah dimengerti. Hal tersebut membuat media komunikasi tradisional melekat erat dengan kehidupan masyarakat dan berdampak pada perkembangan proses sosial masyarakat seperti memupuk rasa persaudaraan. Pada dasarnya media kesenian tradisional masih tetap disenangi oleh masyarakat hingga detik ini. Hanya saja media-media kesenian tersebut harus dikemas dengan baik dan menarik. Seperti yang banyak dilakukan media modern televisi belakangan ini, yang seolah berlomba menampilkan pola pertunjukan tradisional dalam berbagai tayangan. Hal ini menunjukkan kelebihan/keistimewaan media tradisional yang tidak dimiliki oleh media modern.
Sedangkan kekurangan dari komunikasi tradisional ialah ketidakmampuannya menjangkau ruang dan waktu serta audiens yang luas, dan karena keterbatasan itulah komunikasi ini sering dianggap tidak efektif.
Saran
Komunikasi tradisional layak dilestarikan sebagai salah satu bagian yang memegang peranan penting dalam sejarah pekembangan komunikasi manusia. Keberadaannya dalam berbagai seni tradisional dan seni pertunjukan hendaknya dihormati dan dilestarikan, diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga tidak hilang begitu saja di tengah arus modernisasi.
Penyampaian pesan yang mudah ditangkap dan dicerna oleh masyarakat yang menyaksikan atau mengalaminya menjadi dasar yang sangat kuat untuk mempertahankan bentuk dan media komunikasi tradisional. Namun demikian, bentuk dan media tersebut hendaknya tidak digunakan dengan cara-cara yang tetap konvensional. Perlu kita sadari bahwa masyarakat kita telah dan akan selalu mengalami perubahan. Penggunaan media tradisional di masa ini harus diselaraskan dengan kondisi masyarakat di masa ini pula. Penyelarasan tersebut tergantung dari kebutuhan mereka, bagaimana mentalitas dan pola pikir mereka, harapan-harapan mereka, serta realitas-realitas sosial yang ada di lingkungan sekitar mereka saat ini. Hal- hal tersebut secara otomatis membentuk sasaran baru yang menjadi target komunikasi tradisional.
Bukan tidak mungkin menggunakan bentuk dan media komunikasi tradisional di masa sekarang. Pembaruan dan penyegaran media yang digunakan, serta asimilasi dengan teknologi-teknologi modern bisa mempertahankannya, bahkan membuatnya lebih menarik dan diminati banyak orang. Kalau bukan kita yang memulai dan mempertahankannya, siapa lagi?
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dahlia, Silvana. Kulkul Alat Komunikasi Tradisional Masyarakat Bali. Up-dated by:8 November 2007. Archived at: http://elvrace.multiply.com/journal/item/26.
Effendy, Onong Uchjana. 1986 .Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV.
Macbride, Sean. 1983. Aneka Suara, Satu Dunia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2005. Sistem K omunikasi Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Susanto, Astrid S. 1977. Komunikasi Kontemporer. Bandung: Binacipta.
Situs :
http://www.hupelita.com/baca.php?id=3245

Gong Sebagai Aset Budaya Selayar


Gong Nekara Aset Wisata Budaya Selayar


Gong Nekara Aset Wisata Budaya Selayar – Gong Nekara Terbesar di Asia Tenggara ialah Gong nekara yang ada di Pulau Selayar. Saya seumur-umur baru satu kali melihat langsung, beberapa tahun yang lalu sewaktu masih mahasiswa dan kebetulan Gong nekara ini adalah salah satu tujuan penelitian kami kala itu. Gong Nekara adalan merupakan peninggalan sejarah dan purbakala yang sekaligus satu dari sekian banyak obyek wisata yang ada di Kabupaten Kepulauan Selayar. Khusus pencinta benda-benda peninggalan sejarah, adalah sebuah keharusan mengunjungi nekara terbesar di Asia Tenggara ini bila berkunjung ke daratan Selayar.
Fungsi dari Gong Nekara ini mempunyai 3 fungsi pada masanya, yakni fungsi Keagamaan, Sosial-Budaya, dan Politik. Fungsi keagamaan yaitu sebagai alat komunikasi, upacara, dan simbol. Sementara fungsi sosial budaya yaitu sebagai simbol status sosial, perangkat upacara dan karya seni yang mempunyai daya magis religius. Sedangkan fungsi politik yaitu sebagai tanda bahaya atau isyarat perang.
sedangkan deskripsi fisik Gong Nekara ini yakni mempunyai garis tengah 126 cm dengan luas lingkaran permukaan 396 cm persegi. Lingkaran pinggan 340 cm persegi, tinggi badan 95 cm, bintang 16 jari, jari-jari permukaan 63 cm, adapun gambar atau lukisan motifnya adalah lukisan gajah 16 ekor, pohon sirih 11 batang, burung 54 ekor dan ikan 18 ekor. Pada permukaan gong nekara ini terdiri atas 4 buah arca katak, dan disamping gong ini ada 4 daun telinga.
Gong Nekara Selayar terbuat dari logam perunggu yang saat ini tersimpan di daerah Bonto Bangun (Matalalang).
Menurut informasi lisan dari tetua adat dan penduduk setempat, nekara tersebut ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang penduduk dari Kampung Rea-Rea yang bernama Sabuna pada tahun 1686. Pada saat itu Sabuna sedang mengerjakan sawah Raja Puta Bangung di Papaniohea, tiba-tiba cangkul Sabuna membentur benda keras yang ternyata adalah hiasan katak yang merupakan bagian dari sebuah nekara. Sejak berakhirnya Dinasti Puta Bangung, pada tahun 1760 nekara tersebut dipindahkan ke Bonto Bangung dan menjadi kalompoang/arajang (benda keramat) Kerajaan Bonto Bangung.
Legenda mengenai nekara Selayar dikenal dari dua sumber, yang pertama cerita mitos Sawerigading yang berkembang pada periode Galigo, yaitu periode kekuasaan manusia dewa yang mengatur tata tertib dunia, dengan pola kepemimpinan religius kharismatis. Sawerigading ditempatkan sebagai tokoh utama dalam perwujudan tata tertib dan penataan pertama masyarakat Bugis-Makasar di Sulawesi Selatan. Periode Galigo diperkirakan berlangsung sekitar abad ke-7 sampai abad ke-10. Tetapi Christian Pelras menempatkan pada sekitar abad ke-12.
Sumber yang kedua adalah naskah Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa (abad 17). Selayar disebut sebagai salah satu daerah tujuan niaga. Letaknya sangat strategis bagi pelayaran yang menuju ketimur maupun ke barat. Dengan demikian Selayar menjadi bandar transito bagi lalu lintas pelayaran. Di dalam naskah itu juga disebut tentang “daftar sewa bagi orang yang berlayar dari daerah Makasar ke Aceh, Kedah, Kamboja dengan sewa 7 rial dari tiap seratus (orang) dan apabila naik dari tempat tersebut pergi ke Selayar, Malaka, Johor, sewanya 6 rial dari tiap seratus (orang).”
Dari sumber tersebut memberikan keterangan tentang peranan Selayar dengan daerah-daerah di Nusantara dan Asia Tenggara. Hal ini memperkuat dugaan bahwa nekara Selayar mungkin didatangkan dari daratan Asia Tenggara pada waktu pengaruh kebudayaan Cina berkembang di kawasan itu. Menurut legenda yang berkait dengan nekara Selayar, dikatakan bahwa ketika Sawerigading bersama isterinya (We Cuddai) dan ketiga putranya (La Galigo, Tenri Dio, dan Tenri Balobo) kembali dari Cina, dalam perjalanannya menuju ke Luwu mereka singgah di Pulau Selayar, dan langsung menuju ke suatu tempat yang disebut Puta Bangung dengan membawa sebuah nekara perunggu yang besar. Di tempat itu mereka dianggap sebagai Tumanurung. Pada saat itulah Tenri Dio dianggap menjadi raja pertama di Puta Bangung, dan menempatkan nekara itu sebagai Kalompoang di Kerajaan Puta Bangung.
Dari cerita itu dapat disimpulkan bahwa nekara Selayar dibawa dari Cina oleh Sawerigading. Yang dimaksud dengan Cina disini, mungkin adalah Indo China. Selain itu, masyarakat juga menganggap bahwa hanya ada dua nekara (Gong), yaitu sebuah di Selayar dan sebuah lagi berada di Cina. Nekara yang ada di Selayar dianggap sebagai suami dan yang ada di Cina sebagai isteri. Hal ini mengingatkan kita pada nekara yang dipuja berpasangan di daerah Birma yang dipersonifikasikan sebagai pasangan suami isteri. Nekara yang di atasnya terdapat hiasan katak berukuran lebih tinggi melambangkan pria, sedangkan yang tidak memakai hiasan katak dan berukuran lebih kecil dan rendah melambangkan wanita. Dengan demikian nampak adanya persamaan nilai simbolis dari pendukung kebudayaan perunggu khususnya nekara di Indonesia dan Asia Tenggara.[ki]
merupakan suatu benda yang sangat menarik. Dari benda tersebut muncullah berbagai macam jenis suara yang dapat menghasilkan suatu nada dan apabila dimainkan dengan benar maka akan terdengar suatu alunan nada yang indah. Musik yang kita kenal saat ini dapat tercipta dikarenakan adanya perkembangan dari alat-alat musik tradisional, hingga menjadi sebuah alat musik modern seperti yang biasa kita lihat pada saat ini. Selain itu ada beberapa alat musik tradisional yang memang tak begitu baik jika dimainkan dengan instrumen musik zaman modern, yang bahkan pada zaman dahulu, alat musik tradisional tersebut memiliki ensambel tersendiri untuk memainkannya, seperti yang akan kita bahas kali ini, yaitu Gong. Gong merupakan sebuah alat musik pukul tradisional yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Di Korea Selatan, Gong disebut juga dengan Kkwaenggwari. Tetapi Kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jaridan dan dimainkan dengan cara dipukul dengan sebuah stik pendek. Cara memegang Kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran Gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan. Ensambel (sekumpulan alat musik yang dimainkan bersama-sama) yang menggunakan Gong sangat beraneka ragam. Ada ensambel yang hanya menggunakan beberapa Gong, tanpa alat lain. Namun ada juga ensambel yang menggunakan satu Gong saja ditambah dengan beberapa alat musik lain, seperti Biola, Akordeon, dan Gendang. Ada berbagai macam ensambel yang menggunakan Gong, baik di Indonesia maupun di Mancanegara. Diantara berbagai macam ensambel yang ada, yang paling terkenal ialah ensambel gamelan Jawa dan Bali dari Indonesia. Akan tetapi sebenarnya masih banyak lagi ensambel dengan Gong lainnya di Indonesia, dan tidak semua disebut dengan Gamelan. Beberapa contoh ensambel di Indonesia yang menggunakan Gong yaitu ensambel untuk ronggeng Melayu dari Sumatera (ensambel itu terdiri atas Biola, Vokal, Akordeon, Dua Gendang, dan satu Gong Gantung), Gondang sabangunan dari Sumatera Utara (ensambel itu terdiri atas Taganing, Satu Gendang Besar, Serunai, Hesek, dan Ogung), Gong Waning dari Kabupaten Sikka, Flores (ensambel itu terdiri atas Lima Buah Gong, Dua Gendang, dan Bambu Panjang yang dipukul), ensambel untuk Begandang dari masyarakat Jalai, Kalimantan Barat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Gong dibuat dengan logam, badan Gong ialah sebuah permukaan lengkung, pemain memukul bagian pertengahan permukaan yang melengkung itu, hingga membuat badan Gong bergentar. Gong terlebih dahulu digunakan oleh etnik minoriti di kawasan barat daya China, sehingga abad ke-2 sebelum masehi, seiring dengan pertukaran antara berbagai etnik, Gong diedarkan ke kawasan dalam China. Pada masa itu, Gong sering digunakan untuk mengarahkan tentara dalam perang. Dalam istilah ketentaraan purbakala China, mereka menyebutnya dengan “memukul Gong menandakan untuk mengundurkan bala tentara”. Saat ini tidak banyak lagi perajin Gong seperti ini. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, Gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis hingga menghasilkan nada yang diinginkan. Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis Gong pada instrumen Gamelan Jawa, seperti Bonang Barung, Pencon, dan Kolintang. Fungsi sebenarnya Gong dalam kesenian alat musik tradisional Indonesia adalah sebagai penanda permulaan dan akhiran Gendhing serta memberikan rasa keseimbangan setelah kalimat lagu Gendhing yang panjang berlalu. Yang paling umum ada dua macam Gong yang sudah terkenal di Indonesia, yaitu Gong Ageng dan Gong Suwuk yang berukuran sedang. Namun di Indonesia, lagi-lagi alat musik tradisional seperti Gong ini kini begitu jarang orang yang mempelajari dan memakainya, akan tetapi yang patut disyukuri ialah Gong masih digunakan sebagai simbol dimulainya dan diakhirinya suatu acara. Setidaknya dengan cara seperti itu Gong masih bisa dikenal oleh masyarakat luas sehingga Gong tidak terlupakan sebagai salah satu kesenian tradisional khas Indonesia. Pada saat ini Gong tersebar bahkan sampai ke Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika. Kemajuan teknologi, industri media, dan transportasi, telah meningkatkan pergaulan seni budaya antarbangsa. Perkembangan fungsi musikal dan pergaulan budaya antarbangsa memungkinkan musik Gong dari Indonesia semakin dikenal, dipakai, dan dinikmati di berbagai penjuru dunia. Pada umumnya, musik Indonesia yang dikenal di luar Asia Tenggara adalah musik gamelan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali. Di Eropa, Jepang, Amerika, Australia, dan Selandia Baru musik Gamelan ini bahkan menjadi salah satu bahan ajar pendidikan seni di sekolah menengah dan universitas mereka. PADI WEB/Iqbal Fadillah/09-14. Foto dikutip dari: id.wikipedia.org

Sumber : http://alampedia.blogspot.com/2014/11/gong-alat-musik-pukul-tradisional-dari.html
Untuk sobat yang copy paste pada artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya, Terimakasih.

Pesan ini disampaikan oleh Admin Alam Pedia Blog.
merupakan suatu benda yang sangat menarik. Dari benda tersebut muncullah berbagai macam jenis suara yang dapat menghasilkan suatu nada dan apabila dimainkan dengan benar maka akan terdengar suatu alunan nada yang indah. Musik yang kita kenal saat ini dapat tercipta dikarenakan adanya perkembangan dari alat-alat musik tradisional, hingga menjadi sebuah alat musik modern seperti yang biasa kita lihat pada saat ini. Selain itu ada beberapa alat musik tradisional yang memang tak begitu baik jika dimainkan dengan instrumen musik zaman modern, yang bahkan pada zaman dahulu, alat musik tradisional tersebut memiliki ensambel tersendiri untuk memainkannya, seperti yang akan kita bahas kali ini, yaitu Gong. Gong merupakan sebuah alat musik pukul tradisional yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Di Korea Selatan, Gong disebut juga dengan Kkwaenggwari. Tetapi Kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jaridan dan dimainkan dengan cara dipukul dengan sebuah stik pendek. Cara memegang Kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran Gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan. Ensambel (sekumpulan alat musik yang dimainkan bersama-sama) yang menggunakan Gong sangat beraneka ragam. Ada ensambel yang hanya menggunakan beberapa Gong, tanpa alat lain. Namun ada juga ensambel yang menggunakan satu Gong saja ditambah dengan beberapa alat musik lain, seperti Biola, Akordeon, dan Gendang. Ada berbagai macam ensambel yang menggunakan Gong, baik di Indonesia maupun di Mancanegara. Diantara berbagai macam ensambel yang ada, yang paling terkenal ialah ensambel gamelan Jawa dan Bali dari Indonesia. Akan tetapi sebenarnya masih banyak lagi ensambel dengan Gong lainnya di Indonesia, dan tidak semua disebut dengan Gamelan. Beberapa contoh ensambel di Indonesia yang menggunakan Gong yaitu ensambel untuk ronggeng Melayu dari Sumatera (ensambel itu terdiri atas Biola, Vokal, Akordeon, Dua Gendang, dan satu Gong Gantung), Gondang sabangunan dari Sumatera Utara (ensambel itu terdiri atas Taganing, Satu Gendang Besar, Serunai, Hesek, dan Ogung), Gong Waning dari Kabupaten Sikka, Flores (ensambel itu terdiri atas Lima Buah Gong, Dua Gendang, dan Bambu Panjang yang dipukul), ensambel untuk Begandang dari masyarakat Jalai, Kalimantan Barat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Gong dibuat dengan logam, badan Gong ialah sebuah permukaan lengkung, pemain memukul bagian pertengahan permukaan yang melengkung itu, hingga membuat badan Gong bergentar. Gong terlebih dahulu digunakan oleh etnik minoriti di kawasan barat daya China, sehingga abad ke-2 sebelum masehi, seiring dengan pertukaran antara berbagai etnik, Gong diedarkan ke kawasan dalam China. Pada masa itu, Gong sering digunakan untuk mengarahkan tentara dalam perang. Dalam istilah ketentaraan purbakala China, mereka menyebutnya dengan “memukul Gong menandakan untuk mengundurkan bala tentara”. Saat ini tidak banyak lagi perajin Gong seperti ini. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, Gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis hingga menghasilkan nada yang diinginkan. Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis Gong pada instrumen Gamelan Jawa, seperti Bonang Barung, Pencon, dan Kolintang. Fungsi sebenarnya Gong dalam kesenian alat musik tradisional Indonesia adalah sebagai penanda permulaan dan akhiran Gendhing serta memberikan rasa keseimbangan setelah kalimat lagu Gendhing yang panjang berlalu. Yang paling umum ada dua macam Gong yang sudah terkenal di Indonesia, yaitu Gong Ageng dan Gong Suwuk yang berukuran sedang. Namun di Indonesia, lagi-lagi alat musik tradisional seperti Gong ini kini begitu jarang orang yang mempelajari dan memakainya, akan tetapi yang patut disyukuri ialah Gong masih digunakan sebagai simbol dimulainya dan diakhirinya suatu acara. Setidaknya dengan cara seperti itu Gong masih bisa dikenal oleh masyarakat luas sehingga Gong tidak terlupakan sebagai salah satu kesenian tradisional khas Indonesia. Pada saat ini Gong tersebar bahkan sampai ke Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika. Kemajuan teknologi, industri media, dan transportasi, telah meningkatkan pergaulan seni budaya antarbangsa. Perkembangan fungsi musikal dan pergaulan budaya antarbangsa memungkinkan musik Gong dari Indonesia semakin dikenal, dipakai, dan dinikmati di berbagai penjuru dunia. Pada umumnya, musik Indonesia yang dikenal di luar Asia Tenggara adalah musik gamelan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali. Di Eropa, Jepang, Amerika, Australia, dan Selandia Baru musik Gamelan ini bahkan menjadi salah satu bahan ajar pendidikan seni di sekolah menengah dan universitas mereka. PADI WEB/Iqbal Fadillah/09-14. Foto dikutip dari: id.wikipedia.org

Sumber : http://alampedia.blogspot.com/2014/11/gong-alat-musik-pukul-tradisional-dari.html
Untuk sobat yang copy paste pada artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya, Terimakasih.

Pesan ini disampaikan oleh Admin Alam Pedia Blog.
ALAM PEDIA – Alat musik merupakan suatu benda yang sangat menarik. Dari benda tersebut muncullah berbagai macam jenis suara yang dapat menghasilkan suatu nada dan apabila dimainkan dengan benar maka akan terdengar suatu alunan nada yang indah. Musik yang kita kenal saat ini dapat tercipta dikarenakan adanya perkembangan dari alat-alat musik tradisional, hingga menjadi sebuah alat musik modern seperti yang biasa kita lihat pada saat ini. Selain itu ada beberapa alat musik tradisional yang memang tak begitu baik jika dimainkan dengan instrumen musik zaman modern, yang bahkan pada zaman dahulu, alat musik tradisional tersebut memiliki ensambel tersendiri untuk memainkannya, seperti yang akan kita bahas kali ini, yaitu Gong. Gong merupakan sebuah alat musik pukul tradisional yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Di Korea Selatan, Gong disebut juga dengan Kkwaenggwari. Tetapi Kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jaridan dan dimainkan dengan cara dipukul dengan sebuah stik pendek. Cara memegang Kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran Gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan. Ensambel (sekumpulan alat musik yang dimainkan bersama-sama) yang menggunakan Gong sangat beraneka ragam. Ada ensambel yang hanya menggunakan beberapa Gong, tanpa alat lain. Namun ada juga ensambel yang menggunakan satu Gong saja ditambah dengan beberapa alat musik lain, seperti Biola, Akordeon, dan Gendang. Ada berbagai macam ensambel yang menggunakan Gong, baik di Indonesia maupun di Mancanegara. Diantara berbagai macam ensambel yang ada, yang paling terkenal ialah ensambel gamelan Jawa dan Bali dari Indonesia. Akan tetapi sebenarnya masih banyak lagi ensambel dengan Gong lainnya di Indonesia, dan tidak semua disebut dengan Gamelan. Beberapa contoh ensambel di Indonesia yang menggunakan Gong yaitu ensambel untuk ronggeng Melayu dari Sumatera (ensambel itu terdiri atas Biola, Vokal, Akordeon, Dua Gendang, dan satu Gong Gantung), Gondang sabangunan dari Sumatera Utara (ensambel itu terdiri atas Taganing, Satu Gendang Besar, Serunai, Hesek, dan Ogung), Gong Waning dari Kabupaten Sikka, Flores (ensambel itu terdiri atas Lima Buah Gong, Dua Gendang, dan Bambu Panjang yang dipukul), ensambel untuk Begandang dari masyarakat Jalai, Kalimantan Barat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Gong dibuat dengan logam, badan Gong ialah sebuah permukaan lengkung, pemain memukul bagian pertengahan permukaan yang melengkung itu, hingga membuat badan Gong bergentar. Gong terlebih dahulu digunakan oleh etnik minoriti di kawasan barat daya China, sehingga abad ke-2 sebelum masehi, seiring dengan pertukaran antara berbagai etnik, Gong diedarkan ke kawasan dalam China. Pada masa itu, Gong sering digunakan untuk mengarahkan tentara dalam perang. Dalam istilah ketentaraan purbakala China, mereka menyebutnya dengan “memukul Gong menandakan untuk mengundurkan bala tentara”. Saat ini tidak banyak lagi perajin Gong seperti ini. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, Gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis hingga menghasilkan nada yang diinginkan. Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis Gong pada instrumen Gamelan Jawa, seperti Bonang Barung, Pencon, dan Kolintang. Fungsi sebenarnya Gong dalam kesenian alat musik tradisional Indonesia adalah sebagai penanda permulaan dan akhiran Gendhing serta memberikan rasa keseimbangan setelah kalimat lagu Gendhing yang panjang berlalu. Yang paling umum ada dua macam Gong yang sudah terkenal di Indonesia, yaitu Gong Ageng dan Gong Suwuk yang berukuran sedang. Namun di Indonesia, lagi-lagi alat musik tradisional seperti Gong ini kini begitu jarang orang yang mempelajari dan memakainya, akan tetapi yang patut disyukuri ialah Gong masih digunakan sebagai simbol dimulainya dan diakhirinya suatu acara. Setidaknya dengan cara seperti itu Gong masih bisa dikenal oleh masyarakat luas sehingga Gong tidak terlupakan sebagai salah satu kesenian tradisional khas Indonesia. Pada saat ini Gong tersebar bahkan sampai ke Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika. Kemajuan teknologi, industri media, dan transportasi, telah meningkatkan pergaulan seni budaya antarbangsa. Perkembangan fungsi musikal dan pergaulan budaya antarbangsa memungkinkan musik Gong dari Indonesia semakin dikenal, dipakai, dan dinikmati di berbagai penjuru dunia. Pada umumnya, musik Indonesia yang dikenal di luar Asia Tenggara adalah musik gamelan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali. Di Eropa, Jepang, Amerika, Australia, dan Selandia Baru musik Gamelan ini bahkan menjadi salah satu bahan ajar pendidikan seni di sekolah menengah dan universitas mereka. PADI WEB/Iqbal Fadillah/09-14. Foto dikutip dari: id.wikipedia.org

Sumber : http://alampedia.blogspot.com/2014/11/gong-alat-musik-pukul-tradisional-dari.html
Untuk sobat yang copy paste pada artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya, Terimakasih.

Pesan ini disampaikan oleh Admin Alam Pedia Blog.
ALAM PEDIA – Alat musik merupakan suatu benda yang sangat menarik. Dari benda tersebut muncullah berbagai macam jenis suara yang dapat menghasilkan suatu nada dan apabila dimainkan dengan benar maka akan terdengar suatu alunan nada yang indah. Musik yang kita kenal saat ini dapat tercipta dikarenakan adanya perkembangan dari alat-alat musik tradisional, hingga menjadi sebuah alat musik modern seperti yang biasa kita lihat pada saat ini. Selain itu ada beberapa alat musik tradisional yang memang tak begitu baik jika dimainkan dengan instrumen musik zaman modern, yang bahkan pada zaman dahulu, alat musik tradisional tersebut memiliki ensambel tersendiri untuk memainkannya, seperti yang akan kita bahas kali ini, yaitu Gong. Gong merupakan sebuah alat musik pukul tradisional yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Di Korea Selatan, Gong disebut juga dengan Kkwaenggwari. Tetapi Kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jaridan dan dimainkan dengan cara dipukul dengan sebuah stik pendek. Cara memegang Kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran Gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan. Ensambel (sekumpulan alat musik yang dimainkan bersama-sama) yang menggunakan Gong sangat beraneka ragam. Ada ensambel yang hanya menggunakan beberapa Gong, tanpa alat lain. Namun ada juga ensambel yang menggunakan satu Gong saja ditambah dengan beberapa alat musik lain, seperti Biola, Akordeon, dan Gendang. Ada berbagai macam ensambel yang menggunakan Gong, baik di Indonesia maupun di Mancanegara. Diantara berbagai macam ensambel yang ada, yang paling terkenal ialah ensambel gamelan Jawa dan Bali dari Indonesia. Akan tetapi sebenarnya masih banyak lagi ensambel dengan Gong lainnya di Indonesia, dan tidak semua disebut dengan Gamelan. Beberapa contoh ensambel di Indonesia yang menggunakan Gong yaitu ensambel untuk ronggeng Melayu dari Sumatera (ensambel itu terdiri atas Biola, Vokal, Akordeon, Dua Gendang, dan satu Gong Gantung), Gondang sabangunan dari Sumatera Utara (ensambel itu terdiri atas Taganing, Satu Gendang Besar, Serunai, Hesek, dan Ogung), Gong Waning dari Kabupaten Sikka, Flores (ensambel itu terdiri atas Lima Buah Gong, Dua Gendang, dan Bambu Panjang yang dipukul), ensambel untuk Begandang dari masyarakat Jalai, Kalimantan Barat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Gong dibuat dengan logam, badan Gong ialah sebuah permukaan lengkung, pemain memukul bagian pertengahan permukaan yang melengkung itu, hingga membuat badan Gong bergentar. Gong terlebih dahulu digunakan oleh etnik minoriti di kawasan barat daya China, sehingga abad ke-2 sebelum masehi, seiring dengan pertukaran antara berbagai etnik, Gong diedarkan ke kawasan dalam China. Pada masa itu, Gong sering digunakan untuk mengarahkan tentara dalam perang. Dalam istilah ketentaraan purbakala China, mereka menyebutnya dengan “memukul Gong menandakan untuk mengundurkan bala tentara”. Saat ini tidak banyak lagi perajin Gong seperti ini. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, Gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis hingga menghasilkan nada yang diinginkan. Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis Gong pada instrumen Gamelan Jawa, seperti Bonang Barung, Pencon, dan Kolintang. Fungsi sebenarnya Gong dalam kesenian alat musik tradisional Indonesia adalah sebagai penanda permulaan dan akhiran Gendhing serta memberikan rasa keseimbangan setelah kalimat lagu Gendhing yang panjang berlalu. Yang paling umum ada dua macam Gong yang sudah terkenal di Indonesia, yaitu Gong Ageng dan Gong Suwuk yang berukuran sedang. Namun di Indonesia, lagi-lagi alat musik tradisional seperti Gong ini kini begitu jarang orang yang mempelajari dan memakainya, akan tetapi yang patut disyukuri ialah Gong masih digunakan sebagai simbol dimulainya dan diakhirinya suatu acara. Setidaknya dengan cara seperti itu Gong masih bisa dikenal oleh masyarakat luas sehingga Gong tidak terlupakan sebagai salah satu kesenian tradisional khas Indonesia. Pada saat ini Gong tersebar bahkan sampai ke Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika. Kemajuan teknologi, industri media, dan transportasi, telah meningkatkan pergaulan seni budaya antarbangsa. Perkembangan fungsi musikal dan pergaulan budaya antarbangsa memungkinkan musik Gong dari Indonesia semakin dikenal, dipakai, dan dinikmati di berbagai penjuru dunia. Pada umumnya, musik Indonesia yang dikenal di luar Asia Tenggara adalah musik gamelan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali. Di Eropa, Jepang, Amerika, Australia, dan Selandia Baru musik Gamelan ini bahkan menjadi salah satu bahan ajar pendidikan seni di sekolah menengah dan universitas mereka. PADI WEB/Iqbal Fadillah/09-14. Foto dikutip dari: id.wikipedia.org

Sumber : http://alampedia.blogspot.com/2014/11/gong-alat-musik-pukul-tradisional-dari.html
Untuk sobat yang copy paste pada artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya, Terimakasih.

Pesan ini disampaikan oleh Admin Alam Pedia Blog.
ALAM PEDIA – Alat musik merupakan suatu benda yang sangat menarik. Dari benda tersebut muncullah berbagai macam jenis suara yang dapat menghasilkan suatu nada dan apabila dimainkan dengan benar maka akan terdengar suatu alunan nada yang indah. Musik yang kita kenal saat ini dapat tercipta dikarenakan adanya perkembangan dari alat-alat musik tradisional, hingga menjadi sebuah alat musik modern seperti yang biasa kita lihat pada saat ini. Selain itu ada beberapa alat musik tradisional yang memang tak begitu baik jika dimainkan dengan instrumen musik zaman modern, yang bahkan pada zaman dahulu, alat musik tradisional tersebut memiliki ensambel tersendiri untuk memainkannya, seperti yang akan kita bahas kali ini, yaitu Gong. Gong merupakan sebuah alat musik pukul tradisional yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Di Korea Selatan, Gong disebut juga dengan Kkwaenggwari. Tetapi Kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jaridan dan dimainkan dengan cara dipukul dengan sebuah stik pendek. Cara memegang Kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran Gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan. Ensambel (sekumpulan alat musik yang dimainkan bersama-sama) yang menggunakan Gong sangat beraneka ragam. Ada ensambel yang hanya menggunakan beberapa Gong, tanpa alat lain. Namun ada juga ensambel yang menggunakan satu Gong saja ditambah dengan beberapa alat musik lain, seperti Biola, Akordeon, dan Gendang. Ada berbagai macam ensambel yang menggunakan Gong, baik di Indonesia maupun di Mancanegara. Diantara berbagai macam ensambel yang ada, yang paling terkenal ialah ensambel gamelan Jawa dan Bali dari Indonesia. Akan tetapi sebenarnya masih banyak lagi ensambel dengan Gong lainnya di Indonesia, dan tidak semua disebut dengan Gamelan. Beberapa contoh ensambel di Indonesia yang menggunakan Gong yaitu ensambel untuk ronggeng Melayu dari Sumatera (ensambel itu terdiri atas Biola, Vokal, Akordeon, Dua Gendang, dan satu Gong Gantung), Gondang sabangunan dari Sumatera Utara (ensambel itu terdiri atas Taganing, Satu Gendang Besar, Serunai, Hesek, dan Ogung), Gong Waning dari Kabupaten Sikka, Flores (ensambel itu terdiri atas Lima Buah Gong, Dua Gendang, dan Bambu Panjang yang dipukul), ensambel untuk Begandang dari masyarakat Jalai, Kalimantan Barat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Gong dibuat dengan logam, badan Gong ialah sebuah permukaan lengkung, pemain memukul bagian pertengahan permukaan yang melengkung itu, hingga membuat badan Gong bergentar. Gong terlebih dahulu digunakan oleh etnik minoriti di kawasan barat daya China, sehingga abad ke-2 sebelum masehi, seiring dengan pertukaran antara berbagai etnik, Gong diedarkan ke kawasan dalam China. Pada masa itu, Gong sering digunakan untuk mengarahkan tentara dalam perang. Dalam istilah ketentaraan purbakala China, mereka menyebutnya dengan “memukul Gong menandakan untuk mengundurkan bala tentara”. Saat ini tidak banyak lagi perajin Gong seperti ini. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, Gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis hingga menghasilkan nada yang diinginkan. Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis Gong pada instrumen Gamelan Jawa, seperti Bonang Barung, Pencon, dan Kolintang. Fungsi sebenarnya Gong dalam kesenian alat musik tradisional Indonesia adalah sebagai penanda permulaan dan akhiran Gendhing serta memberikan rasa keseimbangan setelah kalimat lagu Gendhing yang panjang berlalu. Yang paling umum ada dua macam Gong yang sudah terkenal di Indonesia, yaitu Gong Ageng dan Gong Suwuk yang berukuran sedang. Namun di Indonesia, lagi-lagi alat musik tradisional seperti Gong ini kini begitu jarang orang yang mempelajari dan memakainya, akan tetapi yang patut disyukuri ialah Gong masih digunakan sebagai simbol dimulainya dan diakhirinya suatu acara. Setidaknya dengan cara seperti itu Gong masih bisa dikenal oleh masyarakat luas sehingga Gong tidak terlupakan sebagai salah satu kesenian tradisional khas Indonesia. Pada saat ini Gong tersebar bahkan sampai ke Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika. Kemajuan teknologi, industri media, dan transportasi, telah meningkatkan pergaulan seni budaya antarbangsa. Perkembangan fungsi musikal dan pergaulan budaya antarbangsa memungkinkan musik Gong dari Indonesia semakin dikenal, dipakai, dan dinikmati di berbagai penjuru dunia. Pada umumnya, musik Indonesia yang dikenal di luar Asia Tenggara adalah musik gamelan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali. Di Eropa, Jepang, Amerika, Australia, dan Selandia Baru musik Gamelan ini bahkan menjadi salah satu bahan ajar pendidikan seni di sekolah menengah dan universitas mereka. PADI WEB/Iqbal Fadillah/09-14. Foto dikutip dari: id.wikipedia.org

Sumber : http://alampedia.blogspot.com/2014/11/gong-alat-musik-pukul-tradisional-dari.html
Untuk sobat yang copy paste pada artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya, Terimakasih.

Pesan ini disampaikan oleh Admin Alam Pedia Blog.

Pemanfaatan Teknologi Kentongan sebagai Pelestarian Budaya Luhur Bangsa


Alat komunikasi ‘Kentongan’

             Kentongan atau yang dalam bahasa lainnya disebut jidor adalah alat pemukul yang terbuat dari batang bambu atau batang kayu jati yang dipahat.
Kegunaan kentongan didefinisikan sebagai tanda alarm, sinyal komunikasi jarak jauh, morse, penanda adzan, maupun tanda bahaya. Ukuran kentongan tersebut berkisar antara diameter 40cm dan tinggi 1,5M-2M. Kentongan sering diidentikkan dengan alatkomunikasi zaman dahulu yang sering dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di daerah pedesaan dan pegunungan.
Sejarah
            Sejarah budaya kentongan sebenarnya dimulai sebenarnya berasal dari legenda Cheng Ho dari Cina yang mengadakan perjalanan dengan misi keagamaan. Dalam perjalanan tersebut, Cheng Ho menemukan kentongan ini sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Penemuan kentongan tersebut dibawa ke ChinaKorea, dan Jepang. Kentongan sudah ditemukan sejak awal masehi. Setiap daerah tentunya memiliki sejarah penemuan yang berbeda dengan nilai sejarhnya yang tinggi. DiNusa Tenggara Barat, kentongan ditemukan ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah yang berkuasa sekitar abad XIX menggunakannya untuk mengumpulkan massa. Di Yogyakarta ketika masa kerajaan Majapahit, kentongan Kyai Gorobangsa sering digunakan sebagai pengumpul warga.
Di Pengasih, kentongan ditemukan sebagai alat untuk menguji kejujuran calon pemimpin daerah. Di masa sekarang ini, penggunaan kentongan lebih bervariatif.

       Kentongan merupakan alat komunikasi zaman dahulu yang dapat berbentuk tabung maupun berbentuk lingkaran dengan sebuah lubang yang sengaja dipahat di tengahnya. Dari lubang tersebut, akan keluar bunyi-bunyian apabila dipukul. Kentongan tersebut biasa dilengkapi dengan sebuah tongkat pemukul yang sengaja digunakan untuk memukul bagian tengah kentongan tersebut untuk menghasilkan suatu suara yang khas. Kentongan tersebut dibunyikan dengan irama yang berbeda-beda untuk menunjukkan kegiatan atau peristiwa yang berbeda. Pendengar akan paham dengan sendirinya pesan yang disampaikan oleh kentongan tersebut.Awalnya, kentongan digunakan sebagai alat pendamping ronda untuk memberitahukan adanya pencuri atau bencana alam. Dalam masyarakat pedalaman, kentongan seringkali digunakan ketika suro-suro kecil atau sebagai pemanggil masyarakat untuk ke masjid bila jam salat telah tiba. Namun, kentongan yang dikenal sebagai teknologi tradisional ini telah mengalami transformasi fungsi. Dalam masyarakat modern, kentongan dijadikan sebagai salah satu alat yang efektif untuk mencegah demam berdarah. Dengan kentongan, monitoring terhadap pemberantasan sarang nyamuk pun dilakukan. Dalam masyarakat tani, seringkali menggunakan kentongan sebagai alat untuk mengusir hewan yang merusak tanaman dan padi warga.

           Kentongan dengan bahan pembuatan dan ukurannya yang khas dapat dijadikan barang koleksi peninggalan seni budaya masa lalu yang dapat dipelihara untuk meningkatkan pemasukan negara. Kentongan dengan bunyi yang khas dan permainan yang khas menjadi sumber penanada tertentu bagi masyarakat sekitar. Selain itu, kentongan merupakan peninggalan asli bangsa Indonesia dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Perawatannya juga sederhana, tanpa memerlukan tindakan-tindakan khusus.

         Kentongan masih banyak kita temui dalam masyarakat modern, namun fungsi kentongan sebagai alat komunikasi tradisional memiliki sejumlah kekurangan yang menyebabkan tergesernya kentongan tersebut dengan teknologi modern. Kegunaan kentongan yang sederhana dan jangkauan suara yang sempit menyebabkan kentongan tidak menjadi alat komunikasi utama dalam dunia modern ini.Di era globalisasi sekarang ini alat komunikasi telah berkembang jauh melebihi batasan pemikiran sebagian besar manusia. Ketiadaan batasan ruang dan waktu membuat orang berlomba-lomba menciptakan beragam penemuan yang lebih praktis dan lebih luas jangkauannya.
Kentongan pada masa sekarang digunakan lebih bervariasi seperti digunakan sebagai instrumen musik, namun sampai sekarang masih digunakan sebagai alat komunikasi seperti alat untuk mengumpulkan orang atau member peringatan kepada sekitar. Berikut beberapa sandi kentongan:
1.      Doro muluk
Doro berarti burung dara dan muluk berarti terbang. Terbang yang dimaksud terbang yang tegak ke atas. Bukan terbang biasa. Kentongan dengan nada ini untuk member tahu masyarakat bahwa ada warga yang meninggal. Kentongan doro muluk ada dua jenis yaitu doro muluk dua kali dan doro muluk tiga kali. Doro muluk dua kali jika yang meninggal masih anak – anak dan doro muluk tiga kali untuk yang meninggal orang dewasa. Nada sangat khas. Pukulan pertama dan ke dua ada jeda sesaat. Selanjutnya pukulan ketiga dan seterusnya semakin cepat dengan suara yang melemah, setelah mencapai titik suara terendah ada jeda sesaat terus menguat lagi namun lambat interval pukulannya. Jika yang meninggal dewasa diulangi tiga kali dan kalau yang meninggal anak – anak cukup dua kali. Doro muluk biasanya dilakukan oleh pak lurah dukuh, karena kewenangan mengabarkan kematian itu ada pada pak Lurah dukuh. Maka setiap kali ada suara kentongan seperti ini, warga masyarakat serta merta menghentikan apapun aktifitasnya, sambil mencari dari mana sumber suara kentongan. Kemudian mereka akan tahu warga dukuh mana yang meninggal.
2.      Titir
Kentongan Titir dibunyikan untuk memberitahukan masyarakat ada bahaya mendadak dan sangat berbahaya yang membutuhkan pertolongan cepat dari seluruh warga. Misalnya ada kebakaran rumah, bajir atau bencana alam lainnya. Nada suara kentongan titir, kentongan dipukul secepat – cepatnya tanpa nada tinggi rendah suara. Suara itu mencerminkan kepanikan dari warga. Kentongan titir boleh dibunyikan oleh seluruh warga yang membutuhkan pertolongan.
3.      Kentong sepisan
Kentong sepisan ini dibunyikan untuk memberitahukan kepada seluruh atau sebagian warga untuk berkumpul/klumpukan baik untuk melakukan musyawarah maupun kerja bakti. Nada suara kentong sepisan ini juga terdengar santai dan tenang. Dari keras lalu semakin lemah hingga suara paling lemah kemudia mengeras lagi. Interval antar pukulan juga sangat terasa tidak tergesa – gesa. Kentong sepisan ini bisa dibunyikan oleh pak lurah desa maupun pak lurah dukuh. Tergantung kepentingannya.
4.      Sambang
Kentong sambang ini biasanya dibunyikan pada malam hari menjelang tengah malam dan sesudahnya. Kentong sambang ini bermakna kurang lebih mengabarkan bahwa masih ada yang berjaga/belum tidur. Biasanya setelah seorang warga membunyikan kentong sambang akan segera disambut oleh warga lain yang sama – sama belum tidur.
5.      Gobyog
Kentong gobyog biasanya dibunyikan pada masa – masa tertentu dalam petungan bulan jawa. Saya tidak begitu paham ini bermakna apa. Tapi seingat saya saat memasuki ‘mongso labuh’ ( awal musim penghujan ) dan warga masyarakat mulai menanam, setiap sore menjelang waktu magrib masyarakat beramai – ramai membunyikan ketongan.
Kentongan dengan bentuk yang lebih kecil juga biasa digunakan oleh para pedagang keliling untuk mengumpulkan para pembeli. Contoh tukang siomay dan penjual bakwan kawi yang masih sering terlihat kentongan kecil di gerobaknya dan di bunyikan.
Kentongan juga digunakan sebagai alat musik tradisional yang dikombinasikan dengan berbagai alat musik termasuk alat musik yang sudah modern sekalipun. Contohnya yaitu di daerah Banyumas dan Purbalingga lebih terkenal digunakan sebagai alat untuk bermain musik.
Kedua daerah ini adalah kota kabupaten yang masih tergolong dalam lingkup Povinsi Jawa Tengah. Dua daerah ini terkenal karena telah memajukan seni musik Thek-Thek. Bunyi-bunyian kenthongan yang semula hanya monoton dan tak memiliki nada dasar, kini menjadi suara yang enak untuk didengar dan dirasakan.
Kegiatan menabuh kentongan sendiri berawal dari kebiasaan penduduk yang melakukan ronda, yang biasanya berjumlah 4-5 orang dengan menabuh kenthongan keliling desa. Namun kini, kenthongan atau sering disebut dengan “thek-thek” dapat menjadi seni musik dengan ritme yang indah dan enak didengar tanpa harus meninggalkan nuansa ketradisionalannya. Dan masyarakatpun kemudian mengenal kenthongan juga sebagai alat musik.
Sekarang seni musik Thek-Thek sudah banyak diperlombakan di kedua daerah ini. Jumlah pemaiinnya rata rata 30-an orang, selain kenthongan sebagai alat musik utama, diiringi juga dengan alat musik seperti Bedhug(biasanya 2 buah), Calung, Kecrek, Suling, Teplak dan Angklung. Juga ditambah alat-alat lain agar lebih berirama.Dikomandani oleh seorang Mayoret . Dari segi kostum biasanya para pemain memakai kostum yang seragam dan berwarna yang terkesan “ngejreng” supaya bisa menarik perhatian penonton pastinya. Lagu yang biasanya dibawain yaitu lagu Dangdut dan Campur Sari. Tapi banyak juga lagu pop yang biasa diaransemen para pemain supaya pas dimainkan menggunakan Thek-Thek.
Selain untuk lomba, grup-grup Tek-Tek juga digunakan untuk ajang mencari nafkah. Biasanya ada yang keliling-keliling kampung dari rumah kerumah. Grup-grup Tek-Tek juga banyak yang sudah profesional sekarang, berani meminta bayaran di setiap pentas-pentasnya (biasanya yang grup panggilan). Mereka juga sudah banyak yang tampil di daerah-daerah lain seperti Cilacap, Kroya, Kebumen, Banjarnegara dan lainnya. Mereka selalu mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat setempat, karena alunannya yang enak didengar dan lebih terkesan “merakyat” . Disamping berdimensi budaya, seni kenthongan/”thek-thek” memiliki nilai strategis dalam nation and character building berupa nilai-nilai kebersamaan, kesederajatan, kegotong royongan, cinta tanah air, pembinaan kawula muda, serta menggugah semangat membangun melalui syair-syair lagu yang dibawakan. Jumlah grup kenthongan di daerah Banyumas dan Purbalingga jumlahnya sekarang sudah banyak. Bahkan sekarang hampir di setiap desa punya Grup Kentongan sendiri. Beberapa contohnya yaitu Grup Gandrung Laras dari Desa Ciberung Ajibarang, grup Paijo Ajibarang, Debita, Singo Laras, dan banyak lainnya.
Ada pula Guno Tengoro adalah kelompok kesenian musik kentongan tuwo (tua) yang dimotori oleh kelompok tani Gemah Ripah Loh Jinawi dan Muda-Mudi Dukuh Jantran Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

Kentongan kebanggaan Guno Tengoro berumur 200 tahun. Tingginya 2,25 m dan berdiameter dua pelukan orang dewasa. Kentongan raksasa berbobot lebih dari sekuintal  itu difungsikan sebagai bas. Kentongan ini terakhir berada di tangan mantan Lurah Desa Pilang yang memerintah di tahun 1940-an.  
Dalam penampilannya, Guno Tengoro mengusung sedikitnya enam kentongan tua (kasepuhan) sebagai alat musik utama dan dilengkapi seperangkat kentongan bambu (kanoman/ balungan) yang berfungsi sebagai pengisi variasi bunyi (isen-isen).  Kentongan tersebut selanjutnya dimainkan dengan cara ditalu/ ditabuh dengan tongkat kayu dan bambu. Selain itu sebagai penghasil melodi, ditambahkan alat musik gamelan jenis demung atau terkadang saron. 
Kentongan kasepuhan umumnya terbuat dari kayu keras seperti  kayu nangka, trembesi, dan jati. Walaupun sebutannya adalah kentongan kasepuhan - sesepuh / tetua - tapi para penabuh haruslah para pemuda berumur di bawah 25 tahun. Konon, jika penabuhnya sudah uzur, suara yang terdengar tak akan menghasilkan gema. Wallahuallam
Tak ada yang tahu persis kapan mulanya seni kentongan ini muncul. Namun dari cerita rakyat yang beredar, seni kentongan tua ini mulai dikenal warga tak lama setelah pemerintahan Keraton Pajang di Kartasura runtuh.
Ini berarti, seni tabuh kentongan telah ada setidaknya 300 tahun yang lalu. Masih menurut tutur kaum sepuh desa; di masa silam, tetabuhan kentongan - klothekan dalam bahasa setempat - dilakukan saat hajatan panen raya dan sedekah bumi, yang kemudian ditutup dengan gelar wayang kulit. Tak ada yang tahu persis kapan mulanya seni kentongan ini muncul. Namun dari cerita rakyat yang beredar, seni kentongan tua ini mulai dikenal warga tak lama setelah pemerintahan Keraton Pajang di Kartasura runtuh.
Ini berarti, seni tabuh kentongan telah ada setidaknya 300 tahun yang lalu. Masih menurut tutur kaum sepuh desa; di masa silam, tetabuhan kentongan - klothekan dalam bahasa setempat - dilakukan saat hajatan panen raya dan sedekah bumi, yang kemudian ditutup dengan gelar wayang kulit.
Guno Tengoro dibentuk dengan semangat melakukan konservasi atas ragam kesenian lokal khas masyarakat agraris. Karena bernuansa agraris, tak heran jika langgam Jawa yang disajikan dalam tiap pentasnya bercerita tentang siklus perjalanan padi dan petani.
Guno Tengoro ingin mengingatkan khalayak luas tentang perjuangan kaum tani di Indonesia dan menggugah rasa hormat terhadap tanaman padi. Langgam Jawa yang dilantunkan pun berkisah tentang masa-masa sulit pangan di era kolonial (Langgam Caping Gunung), suasana pesta panen di lumbung desa (Langgam Lumbung Desa), ditumbuk kaum ibu dan disajikan untuk makan keluarga (Langgam Lesung Jumengglung), dan kisah padi yang mampu memenuhi kecukupan pakan dan menyejahterakan masyarakat (Langgam Jangan Koro).
Lagu-lagu tersebut, diharapkan menjadi pengingat bagi manusia modern, agar lebih menghargai proses tersedianya pangan di meja makan. Bagi Guno Tengoro, Padi adalah simbol kemakmuran dan kesejahteraan, namun dia tidak begitu saja mudah dicapai. Harus ada pengorbanan dan perjuangan. Selain itu, lagu langgam tersebut seolah hendak mengajarkan tentang ketahanan pangan yang diwarisi dari nenek moyang bangsa Indonesia. 
Guno Tengoro juga membawa misi edukasi historis dengan mengajak bernostalgi tentang peran kentongan di jamannya. Jauh sebelum teknologi informasi berkembang pesat seperti saat ini, kentongan memiliki peran penting sebagai alat berkomunikasi dan penyampai isyarat yang mumpuni.
Maka, di tengah-tengah pertunjukan, Guno Tengoro memperagakan jenis-jenis bunyi kentongan yang mengabarkan tentang suatu peristiwa. Kabar tentang banjir, maling kepergok, hewan ternak hilang, berita kematian, kebakaran, hingga kondisi aman  dapat disampaikan dengan isyarat bunyi ketukan tertentu.  Fungsinya mirip bahasa sandi dari alat Morse di kapal laut.
Bahkan, ini yang tidak diketahui banyak orang, bunyi kentongan dapat digunakan sebagai isyarat oleh kepala desa/ lurah untuk memanggil perangkat desa maupun warganya. Karakter kentongan yang fungsional itulah menjadi alasan bagi penamaan grup Guno Tengoro. Artinya, berguna (Guno) sebagai penanda peristiwa (Tengoro)
Pada prinsipnya, kegunaan kentongan dimasa lalu dan dimasa sekarang  ialah sama yaitu untuk mengumpulkan orang dan memberi tanda atau isyarat.
Sumber :