BAB I
PENDAHULUAN
Banyak
pakar yang menilai bahwa komunikasi merupakan hal yang fundamental bagi
kelangsungan hidup manusia. Komunikasi sangat mutlak diperlukan untuk
menjalin hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berkaitan erat
dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial, di mana manusia selalu
memiliki hasrat untuk berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan manusia
untuk berhubungan dengan sesamanya diakui oleh hampir semua agama dan
telah ada sejak zaman Adam dan Hawa.
Sifat
manusia untuk selalu menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui
hasrat orang lain merupakan wujud awal keterampilan manusia dalam
berkomunikasi. Keterampilan ini dimulai dengan komunikasi secara
otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan
kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk
bahasa verbal.
Tidak
ada data autentik yang menyebutkan kapan manusia mulai mampu
berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hanya saja diperkirakan bahwa
kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lisan
adalah suatu peristiwa yang berlangsung secara mendadak. Kemampuan ini
kemudian berkembang menjadi kemampuan untuk berkomunikasi dalam
mengutarakan pikirannya secara tertulis.
Pada
perkembangan yang lebih jauh lagi, usaha-usaha manusia untuk
berkomunikasi terlihat dalam berbagai bentuk kehidupan mereka di masa
lalu. Mereka mendirikan tempat-tempat pemukiman di daerah aliran sungai dan
tepi pantai untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi dengan daerah
luar dengan menggunakan perahu, rakit, atau sampan. Cangara (2007:4)
menambahkan bahwa pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang
mengepulkan asap di Cina adalah simbol-simbol komunikasi yang dilakukan
oleh para serdadu di medan perang. Penduduk Asia Tenggara bertani dan
mengarungi samudera dengan membaca lambang-lambang isyarat melalui
gejala alam, seperti posisi bintang dan gerakan air laut. Selain itu
masyarakat Sumeria dan Mesopotamia yang menuangkan tulisannya dalam
lempengan tanah liat, kulit binatang, dan batu arca.
Berbagai
bentuk kehidupan manusia di masa lampau tersebut sebenarnya merupakan
sebuah bentuk komunikasi, yaitu komunikasi tradisional yang merupakan
generasi pertama dari berbagai bentuk komunikasi yang kita kenal
sekarang. Pada masa itu sebagian besar masyarakat berkomunikasi
menggunakan cara tradisional dan melalui media yang masih bersifat
tradisional pula, sehingga cara komunikasi semacam itu disebut sebagai
komunikasi tradisional.
Bertolak
dari bermacam peristiwa di masa lampau tersebut, terbukti bahwa
komunikasi tradisional merupakan titik awal yang membangun cerita
mengenai perjalanan komunikasi manusia yang sebenarnya telah ada sejak
zaman Yunani Kuno dalam bentuk tradisi retorika. Komunikasi tradisional
menjadi cikal bakal perkembangan komunikasi manusia yang sangat berperan
dalam pengembangan komunikasi ke arah yang lebih modern.
Namun
sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, komunikasi
tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat zaman modern. Oleh karena
itu pemahaman mengenai komunikasi tradisional sangat diperlukan
mengingat komunikasi tradisional merupakan salah satu unsur penting
dalam perkembangan komunikasi manusia. Pembahasan mengenai komunikasi
tradisional akan dibahas secara lebih rinci pada bab selanjutnya.
Pada
era modern dimana komunikasi tradisional sudah mulai tersisihkan,
pemahaman mengenai peranan dan esensi komunikasi tradisional sangat
diperlukan, terutama bagi para pembelajar ilmu komunikasi. Makalah ini
disusun guna membahas secara lebih detail peranan dan esensi komunikasi
tradisional yang meliputi segala macam bentuknya, media komunikasi yang
digunakan, kelebihan serta kekurangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Komunikasi
tradisional adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak
lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di
suatu tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern.
Pada
zaman dahulu, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif
dengan cara yang sederhana. Seiring dengan perkembangan teknologi,
komunikasi tradisional mulai luntur dan jarang digunakan, namun masih
ada sebagian orang yang masih tetap menggunakan komunikasi tradisional,
misalnya masyarakat pedesaan di daerah Bali.
Peranan dan Manfaat Komunikasi Tradisional
Pada
zaman dahulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan,
upacara keagamaan, hal-hal tabu, dan lain sebagainya, yang berlaku pada
masyarakat tertentu. Komunikasi sebagai bagian dari tradisi memiliki
perbedaan antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Komunikasi
tradisional sangat penting dalam suatu masyarakat karena dapat
mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangi tekanan yang
datang dari luar. Komunikasi tradisional mempunyai dimensi sosial,
mendorong manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan
rasa keterikatan, bersama-sama menantang kekuatan alam dan dipakai dalam
mengambil keputusan bersama. Dengan demikian, komunikasi tradisional
merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sangat penting bagi
kehidupan manusia.
Bentuk-Bentuk Komunikasi Tradisional
· Lambang Isyarat
Pada
awalnya, orang menggunakan anggota badannya untuk berkomunikasi "bahasa
badan" dan bahasa non-verbal. Contohnya dengan gerak muka, tangan,
mimik. Ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat sederhana.
· Simbol
Simbol-simbol
dalam komunikasi tradisional dapat dilihat pada pemukulan gong di
Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina, yang dilakukan
oleh para serdadu di medan perang.
· Gerakan
Gerakan-gerakan
dalam semaphore yang dilakukan untuk menyampaikan sebuah
pesan/informasi maupun gerakan-gerakan dalam tarian yang bertujuan
menyampaikan suatu kisah, merupakan bentuk-bentuk komunikasi tradisional
yang menggunakan gerakan.
· Bunyi-bunyian
Bentuk komunikasi tradisional dalam hal ini berupa tanda bahaya yang disampaikan dengan sirine atau kentongan.
Media Komunikasi Tradisional
· Kentongan
Kentongan
sebagai media komunikasi tradisional masih memegang peranan yang cukup
penting terutama di daerah-daerah. Walaupun di masa sekarang ini telah
terjadi perkembangan teknologi yang cukup pesat, namun kentongan masih
memiliki banyak kegunaan, misalnya di bidang keamanan (sebagai sarana
ronda malam) dan bidang informasi (sebagai petunjuk waktu yang dipukul
setiap jam dan sarana menginformasikan berbagai peristiwa yang terjadi,
seperti kebakaran, bencana alam dan sebagainya.
· Kulkul
Kulkul merupakan alat komunikasi tradisional yang terdapat di Bali. Kulkul biasanya dipergunakan sebagai tanda panggilan kepada warga untuk berkumpul.
Kulkul adalah alat bunyi yang pada umumnya terbuat dari kayu dan benda peninggalan para leluhur. Selain di Bali, kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan hampir terdapat di seluruh pelosok kepulauan Indonesia. Kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong". Sedangkan pada zaman Jawa-Hindu kulkul disebut "Slit-drum" yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Para
pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari
kekuatan magis yang akan ditanamkan pada alat tersebut. Apabila tahapan
upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan
dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali
yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusia, dan Kulkul Hiasan.
Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya.
Kulkul Dewa dibunyikan untuk memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan
sangat lambat dengan dua nada yaitu tung.... tit.... tung.... tit....
tung.... tit…. dan seterusnya. Kulkul Bhuta adalah Kulkul yang digunakan
saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan
memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga
keadaan alam menjadi aman dan tenteram. Kulkul Manusia adalah Kulkul
yang digunakan untuk kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak.
Di kedua kegiatan inilah saat membunyikan Kulkul Manusia. Kulkul Manusia
terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-Sekeha, dan
Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan Kulkul Manusia lambat dan
pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang.
Fungsi Kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali
pada umumnya melakukan pertemuan rutin warga setiap sebulan sekali.
Menjelang hari pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah
alat pemukul dari kayu. Suara Kulkul akan terdengar sampai ke pelosok
banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera
berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.
Selain untuk pertemuan rutin, bunyi Kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Ada
pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang
sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan
upacara di pura, dan mencuci barang-barang suci adalah bentuk-bentuk
pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan
terdengarnya suara Kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama
melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja
yang sifatnya mendadak umumnya untuk menanggulangi kejadian yang
tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir,
orang mengamuk, gerhana bulan dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat
dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau
berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam. Di dalamnya terkandung nilai
semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan
keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.
Hal-hal yang disebutkan di atas terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali
melibatkan kulkul sebagai alat komunikasi. Kulkul adalah alat
komunikasi tradisional antara manusia dengan dewa, manusia dengan
penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat
meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa
kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi
kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan.
· Cerita Rakyat
William R. Bascom (dalam Nurudin,2005:115) mengemukakan fungsi-fungsi dari folklore sebagai media tradisional adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sistem proyeksi ( projective system )
2. Sebagai pengesahan atau penguat adat.
3. Sebagai alat pendidikan ( pedagogical device )
4. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Sebagai sistem proyeksi, folklor menjadi proyeksi angan-angan atau sebagai alat pemuasan impian (wish fulfilment) masyarakat yang termanifestasikan dalam bentuk dongeng. Contohnya dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih.
Cerita
Nyi Roro Kidul di Yogyakarta dapat memperkuat adat (bahkan kekuasaan)
raja Mataram. Seseorang harus dihormati karena mempunyai kekuatan luar
biasa yang ditunjukkan dari kemampuannya dari kemampuannya memperistri mahluk halus.
Cerita Katak yang Congkak merupakan alat paksaan dan pengendalian sosial terhadap norma atau nilai masyarakat.
· Seni Drama dan Tari (Sendratari)
Sendratari
yang dikembangkan di Bali antara lain Arja. Pertunjukan ini biasanya
dimulai pada tengah malam oleh pelaku-pelaku yang memainkannya dengan
jenaka. Cerita-cerita Arja yang pada dasarnya mengungkapkan tema
romantis itu juga menyinggung permasalahan hangat sehari-hari, yang
secara komunikatif dapat menggali kesadaran masyarakat mengenai berbagai
hal.
· Upacara Rakyat
Upacara Rakyat seringkali digunakan untuk memperkuat adanya cerita rakyat. Salah satu contohnya upacara Labuhan
(sesaji kepada makhluk halus) yang memperkuat cerita rakyat mengenai
makhluk lain selain manusia. Contoh lain, sedekah laut di daerah Cilacap
yang digunakan untuk menghormati Nyi Roro Kidul dengan memberikan
sesaji.
· Wayang
Wayang merupakan salah satu media komunikasi yang biasanya
digunakan
sebagai sarana hiburan dan sarana pendidikan. Sebagai sarana hiburan
wayang menyajikan berbagai cerita yang bersifat menghibur. Sebagai
sarana pendidikan wayang menyajikan cerita-cerita yang sarat makna dan
memberikan berbagai pelajaran bagi masyarakat. Bahkan saat ini sudah
banyak dikembangkan berbagai media pembelajaran anak-anak menggunakan
media-media tradisional salah satunya dengan wayang.
Selain
itu wayang juga berfungsi sebagai media sosialisasi pada masyarakat.
Wayang digunakan sebagai alat untuk mensosialisasikan berbagai
persoalan-persoalan dalam masyarakat agar mudah dimengerti dan dicari
jalan keluarnya. Penggunaan wayang sebagai alat komunikasi tradisional
dinilai efektif karena mampu menarik perhatian masyarakat. Salah satu
contoh nyatanya, tanggal 14 Desember 1977 di Kota Bandung pernah digelar
pertunjukan wayang golek yang mengangkat tema Keluarga Berencana.
Pertunjukan ini bertujuan untuk mensosialisasikan program Keluarga
Berencana kepada masyarakat
Dalam
pertunjukan ini, proses komunikasi sangat didukung dan ditentukan oleh
dalang yang berperan sebagai pribadi kepercayaan yang berdialog dan
mengetahui tanggapan penonton dalam waktu seketika. Dalang dalam hal ini
bertindak sebagai saluran penerangan dan sumber motivasi. Bersama
jurukawih yang melantunkan suara dengan pemilihan kata-kata yang tepat
untuk menyentuh hati penonton serta wiraswara yang ketanggapannya
diperlukan dalam berdialog untuk menghidupkan percakapan, ketiganya
memegang peranan penting dalam membawakan misi menggalakkan Program
Keluarga Berencana
Intinya,
pertunjukan wayang sebagai salah satu media komunikasi tradisional
memberikan gambaran nyata yang lebih mudah dicerna dan dimengerti, serta
memberikan sentuhan tersendiri (yang mungkin lebih dalam) pada hati
nurani masyarakat yang menyaksikannya.
· Burung Merpati
Burung
merpati merupakan media komunikasi tradisional setelah manusia mengenal
tulisan serta kebudayaan berkirim surat, sebelum munculnya jasa pos.
Surat yang ditulis tersebut akan dipasang pada kaki burung merpati yang
telah dilatih sebelumnya oleh si pengirim, untuk disampaikan kepada
orang yang dituju. Pengiriman surat dengan jasa burung merpati banyak
ditemukan pada masa kerajaan di Indonesia.
Kelebihan dan Kekurangan Komunikasi Tradisional
Keberadaan
komunikasi tradisional yang media-medianya biasa dipertukarkan dengan
seni tradisional atau seni pertunjukan, menjadikan bentuk komunikasi ini
lebih menarik, sederhana, dan mudah dimengerti oleh komunitas
sasarannya. Hal itulah yang membuat media komunikasi tradisional melekat
erat dengan kehidupan masyarakat dan berdampak pada perkembangan proses
sosial masyarakat seperti memupuk rasa persaudaraan.
Pengalaman-pengalaman
yang ada menunjukkan bahwa media kesenian tradisional masih tetap
disenangi oleh masyarakat. Namun demikian media-media kesenian tersebut
tetap harus dikemas dengan baik dan menarik. Buktinya, saat ini media
modern seperti televisi seolah berlomba menampilkan pola pertunjukan
tradisional dalam berbagai tayangan. Ini menunjukkan
kelebihan/keistimewaan media tradisional yang tidak dimiliki oleh media
modern.
Sedangkan kekurangan dari komunikasi tradisional ialah ketidakmampuannya menjangkau
ruang dan waktu serta audiens yang lebih luas. Karena keterbatasan
itulah komunikasi ini sering dianggap tidak efektif dan kalah bersaing
dengan media komunikasi modern yang lebih canggih.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Komunikasi
tradisional pada dasarnya merupakan proses penyampaian pesan dari satu
pihak ke pihak lain dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama
digunakan di suatu tempat, sebelum kebudayaannya tersentuh oleh
teknologi modern. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi
tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif dengan cara-cara yang
sederhana mulai luntur dan jarang digunakan, walaupun masih ada sebagian
orang yang masih tetap menggunakannya.
Pada
zaman dahulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan,
upacara keagamaan, hal-hal tabu, dan lain sebagainya, yang berlaku pada
masyarakat tertentu. Komunikasi tradisional memiliki manfaat penting
dalam suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja
sama untuk mengimbangi tekanan yang datang dari luar. Sedangkan peranan
komunikasi tradisional ialah sebagai dimensi sosial, yang mendorong
manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa
keterikatan, bersama-sama menantang kekuatan alam dan dipakai dalam
mengambil keputusan bersama.
Bentuk-bentuk
komunikasi tradisional dapat kita lihat dalam penggunaan lambang
isyarat, simbol-simbol, gerakan-gerakan, dan bunyi-bunyian. Sedangkan
media yang banyak dipergunakan ialah kentongan, kulkul, cerita rakyat,
seni drama dan tari (sendratari), upacara rakyat, wayang, dan burung
merpati.
Media
komunikasi tradisional biasa dipertukarkan dengan seni yang menjadikan
bentuk komunikasi ini lebih menarik, sederhana, dan mudah dimengerti.
Hal tersebut membuat media komunikasi tradisional melekat erat dengan
kehidupan masyarakat dan berdampak pada perkembangan proses sosial
masyarakat seperti memupuk rasa persaudaraan. Pada dasarnya media
kesenian tradisional masih tetap disenangi oleh masyarakat hingga detik
ini. Hanya saja media-media kesenian tersebut harus dikemas dengan baik
dan menarik. Seperti yang banyak dilakukan media modern televisi
belakangan ini, yang seolah berlomba menampilkan pola pertunjukan
tradisional dalam berbagai tayangan. Hal ini menunjukkan
kelebihan/keistimewaan media tradisional yang tidak dimiliki oleh media
modern.
Sedangkan kekurangan dari komunikasi tradisional ialah ketidakmampuannya menjangkau ruang dan waktu serta audiens yang luas, dan karena keterbatasan itulah komunikasi ini sering dianggap tidak efektif.
Saran
Komunikasi
tradisional layak dilestarikan sebagai salah satu bagian yang memegang
peranan penting dalam sejarah pekembangan komunikasi manusia.
Keberadaannya dalam berbagai seni tradisional dan seni pertunjukan
hendaknya dihormati dan dilestarikan, diturunkan dari generasi ke
generasi, sehingga tidak hilang begitu saja di tengah arus modernisasi.
Penyampaian
pesan yang mudah ditangkap dan dicerna oleh masyarakat yang menyaksikan
atau mengalaminya menjadi dasar yang sangat kuat untuk mempertahankan
bentuk dan media komunikasi tradisional. Namun demikian, bentuk dan
media tersebut hendaknya tidak digunakan dengan cara-cara yang tetap
konvensional. Perlu kita sadari bahwa masyarakat kita telah dan akan
selalu mengalami perubahan. Penggunaan media tradisional di masa ini
harus diselaraskan dengan kondisi masyarakat di masa ini pula.
Penyelarasan tersebut tergantung dari kebutuhan mereka, bagaimana
mentalitas dan pola pikir mereka, harapan-harapan mereka, serta
realitas-realitas sosial yang ada di lingkungan sekitar mereka saat ini.
Hal- hal tersebut secara otomatis membentuk sasaran baru yang menjadi
target komunikasi tradisional.
Bukan
tidak mungkin menggunakan bentuk dan media komunikasi tradisional di
masa sekarang. Pembaruan dan penyegaran media yang digunakan, serta
asimilasi dengan teknologi-teknologi modern bisa mempertahankannya,
bahkan membuatnya lebih menarik dan diminati banyak orang. Kalau bukan
kita yang memulai dan mempertahankannya, siapa lagi?
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dahlia, Silvana. Kulkul Alat Komunikasi Tradisional Masyarakat Bali. Up-dated by:8 November 2007. Archived at: http://elvrace.multiply.com/journal/item/26.
Effendy, Onong Uchjana. 1986 .Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV.
Macbride, Sean. 1983. Aneka Suara, Satu Dunia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2005. Sistem K omunikasi Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Susanto, Astrid S. 1977. Komunikasi Kontemporer. Bandung: Binacipta.
Situs :
http://www.hupelita.com/baca.php?id=3245
Tidak ada komentar:
Posting Komentar